Kamis, 27 Maret 2014
MAKALAH PKN "PANCASILA SUMBER DARI SEGALA SUMBER HUKUM DI INDONESIA"
PANCASILA SUMBER
DARI SEGALA SUMBER
HUKUM DI INDONESIA
OLEH:
SABRIANA
KELAS A3
NH 0113261
PROGRAM
STUDI ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH
TINGGI ILMU KESEHATAN
NANI
HASANUDDIN
MAKASSAR
2013/2014
BAB I PENDAHULUAN
Sebagai Negara yang berkembang serta dalam proses
menuju kebangkitan dari keterpurukan akibat krisis ekonomi yang terjadi pada
tahun 1998, berbagai hal dapat dijadikan sebuah pelajaran bagi bangsa Indonesia
diantaranya dengan mengkaji kembali beberapa hal yang menyangkut politik, hukum,
ekonomi serta kebijakan yang lain, apakah kita menganut sistem yang salah atau
penerapan sistem tersebut yang salah. sebagai Negara yang besar Indonesia
sangat berpotensi menjadi bangsa yang besar dan bukan hanya menjadi Negara yang
besar tetapi juga dapat menjadi sorotan positif bagi bangsa lain.
Reformasi 1998 membawa Indonesia ke dalam kondisi
kehilangan pandangan hidup bersama sebagai sebuah bangsa. Pancasila yang
seharusnya menjadi dasar utama pemersatu pandangan-pandangan hidup manusia
indonesia, kehilangan kesaktiaanya. Pancasila limbung diterpa “demokratisasi”
dan krisis ekonomi. Kepercayaan masyarakat terhadapnya kian surut. Dan bahkan
sebagian memandang tidak ada perlunya lagi Pancasila dipertahankan. Pancasila
sudah tidak relevan, bahkan tidak lagi berguna. Alih-alih menjadi pemersatu
bangsa, Pancasila malahan dianggap sebagai pemicu perpecahan bangsa.
Upaya-upaya pemisahan diri, yang muncul di Aceh,
Sulawesi, Papua, tidak lain karena ada pihak-pihak yang tidak sejalan dengan
Pancasila. Selain itu, Pancasila juga menjadi alat diskriminator terselubung
dalam negeri yang beragam ini.
Sebagai sebuah bangsa yang majemuk tentunya kita
membutuhkan satu pandangan hidup bersama sebagai pemersatu bangsa. Lalu apa
jadinya bila satu pandangan itu di hilangkan? Perang ideologi akan muncul.
Ideologi agama, Marxisme, nasionalisme, tradisionalisme dan banyak lagi
ideologi lain yang akan saling bertempur memperebutkan dominasi. Tentunya bila
perang ideologi ini terus berlangsung maka tidak pelak menimbulkan kekacauan
sistem sosial Indonesia. Untuk itulah kembali ke pelukan Pancasila adalah jalan
yang tepat yang harus dipilih bangsa Indonesia.
Pembentukan berbagi sistem yang dianut bangsa
Indonesia tertuang dalam sebuah konstitusi yang disebut Undang – Undang Dasar
1945, dan juga termuat dalam peraturan yang lain, akan tetapi pembentukan dari
pada sistem tersebut juga harus mendasarkan pada sumber yang paling mendasar
yang didalamnya termuat berbagai tujuan, cita – cita, serta cermin kepribadian
bangsa, sehingga diharapkan setiap sistem, kebijakan, maupun peraturan yang
disusun tidak bertentangan dengan beberapa hal tersebut tadi.
Di dalam TAP MPR RI No. 3/MPR/2000,
beberapa sumber hukum tertulis ditentukan sebagai berikut :
1.
pancasila
2. pembukaan
UUD 1945
3. batang
tubuh UUD 1945 dan amandemenya
4. ketetapan
majelis permusyawaratan rakyat
5. undang –
undang
6. peraturan
perundang – undangan
7. peraturan
pemrintah
8. keputusan
presiden
9. peraturan
daerah
Pancasila sebagai sumber dari segala
sumber hukum atau sumber tertib hukum Indonesia yang pada hakikatnya adalah
merupakan suatu pandangan hidup, kesadaran dan cita-cita hukum serta cita-cita
moral yang meliputi suasana kebatinan serta watak dari bangsa Indonesia.
Kemudian mengenai Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum ini
dijelaskan kembali dalam Ketetapan MPR No.III/MPR/2000 tentang sumber hukum dan
tata urutan peraturan perundang-undangan pada Pasal 1 ayat (3) yang menyatakan
bahwa ”sumber hukum dasar nasional adalah Pancasila. Dengan terbentuknya UU
No.10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, sebagaimana
yang termuat dalam Pasal 2 UU No.10 tahun 2004 yang menyatakan bahwa ”Pancasila
merupakan sumber dari segala sumber hukum negara”, dengan tegas menyebutkan Pancasila
sebagai sumber dari segala sumber hukum sebagai berikut: ”Penempatan Pancasila
sebagai sumber dari segala sumber hukum negara adalah sesuai dengan Pembukaan
UUD 1945 yang menempatkan Pancasila sebagai dasar ideologi negara serta
sekaligus dasar filosofis bangsa dan negara, sehingga setiap materi muatan
peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila”.
Sehingga dengan hal tersebut hendaknya pancasila benar
– benar mampu melaksanakan apa yang diamanatkan oleh rakyat Indonesia artinya
setiap peraturan perundang – undangan di Indonesia harus mengacu kepadanya dan
tidak menyimpang dari ketentuan serta asas – asas yang terkandung didalamnya.
Segala cita – cita luhur bangsa Indonesia tersirat dalam naskah pancasila hal
tersebut dapat diartikan bahwa pancasila dapat dijadikan alas dalam
melaksanakan cita – cita yang luhur tersebut. Dari pengertian pancasila
merupakan cermin kepribadian bangsa yang mengandung arti pandangan hidup, dasar
Negara, tujuan dan kesadaran bangsa juga terkandung didalamnya
Dari hal tersebut maka bangsa Indonesia memiliki cita
– cita luhur yang terkandung didalam pancasila, akan tetapi untuk dapat
mewujudkan berbagai cita – cita dan tujuan bangsa Indonesia sesuai dengan apa
yang diamanatkan rakyat yang tercantum dalam pancasila tidak akan dapat
terwujud tanpa adanya upaya memaknai kembali nilai – nilai luhur yang
terkandung dalam pancasila sehingga pancasila akan tetap mampu menjadi sumber
hukum bangsa Indonesia. Dengan adanya pemaknaan akan nilai – nilai yang
terkandung didalam pancasila maka langkah awal untuk melakukan pembaharuan khususnya di
bidang hukum yang sesuai dengan apa yang menjadi harapan masyarakat akan dapat
tercapai.
Sebelum membicarakan Pancasila
sebagai sumber dari segala sumber hukum, adalah penting untuk mengintrodusir
terlebih dahulu konsep tentang staatsfundamentalnorm yang merupakan
landasan penting bagi lahirnya konsep Pancasila sebagai sumber dari segala
sumber hukum. Staatsfundamentalnorm (norma fundamental negara) merupakan
istilah yang digunakan Hans Nawiasky dengan teorinya tentang Jenjang Norma
Hukum (Die theorie von stufenordnung der rechtsnormen) sebagai
pengembangan dari teori Hans Kelsen tentang Jenjang Norma (stufentheorie)
(Hamidi;2006;59).
Perihal norma hukum, Hans Nawiasky
menggunakan hirarkisitas hukum dapat terbagi menjadi 4 (empat) tingkatan,
yaitu:
1. Staatsfundamentalnorm
yang berupa norma dasar bernegara atau sumber dari segala sumber hukum;
2. Staatsgrundgezetze
yang berupa hukum dasar yang apabila dituangkan dalam dokumen negara
menjadi konstitusi atau vervassung;
3. Formelegezetze
atau undang-undang formal yang pada peraturan tersebut dapat ditetapkan
suatu ketentuan yang bersifat imperative, dalam pengertian pelaksanaan
maupun sanksi hukum;
4. Verordnung en dan autonome
satzungen yakni aturan-aturan pelaksanaan dan peraturan yang otonom, baik
yang lahir dari delegasi maupun atribusi (Dardji;1999;21).
dalam konstitusi itu, sedangkan
norma-norma yang tertulis di dalam pasal-pasal undang-undang dasar termasuk
kategori abstract norms. Oleh karena itu, jika dikaitkan dengan sistem
konstitusi Republik Indonesia, dapat dibedakan antara Pembukaan UUD 1945,
dengan pasal-pasal UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Jimly:2006).
Jika konsep staatsfundamentalnorm
yang dikemukakan Hans Nawiansky tersebut diterapkan dalam sistem norma
hukum di Indonesia maka norma-norma hukum yang berlaku akan dilihat sebagai
suatu sistem yang berlapis-lapis dan berjenjang-jenjang sekaligus
berkelompok-kelompok, pemberlakuan suatu norma akan bersumber dan didasarkan
pada norma yang lebih tinggi, dan norma yang lebih tinggi berlaku, bersumber
dan berdasar pada norma yang lebih tinggi lagi, demikian seterusnya sampai pada
suatu norma dasar negara (staatsfundamentalnorm).
Secara hierarkhisitas tersebut, ahli ilmu perundang-undangan
di Indonesia banyak melihat Pancasila sebagai staatsfundamentalnorm yang
dianut Hans Nawiasky. Pancasilalah yang ditetapkan sebagai dasar sumber dari
segala sumber hukum (staatsfundamenalnorm) (Hamid;1990).
Sementara itu, Jimly Asshiddiqie
menyatakan, bahwa dalam hal ini Hans Nawiasky menyebut grundnorm itu
dengan istilah staatsfundamentalnorm yang dibedakannya dari konstitusi.
Tidak semua nilai-nilai yang terdapat dalam konstitusi merupakan staatsfundamentalnorm.
Nilai-nilai yang termasuk staatsfundamentalnorm menurutnya hanya spirit
nilai-nilai yang terkandung di dalam konstitusi itu, sedangkan norma-norma yang
tertulis di dalam pasal-pasal undang-undang dasar termasuk kategori abstract
norms. Oleh karena itu, jika dikaitkan dengan sistem konstitusi Republik
Indonesia, dapat dibedakan antara Pembukaan UUD 1945, dengan pasal-pasal UUD
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Jimly:2006).
BAB II PEMBAHASAN
Pengertian
Sumber Hukum
Membicarakan tentang sumber hukum, maka
terlebih dahulu kita akan membicarakan tentang arti “ Sumber Hukum “ itu
sendiri. Hal ini dikerenakan istilah sumber hukum itu mempunyai arti yang
bermacam- macam, tergantung dari sudut mana orang melihatnya. Bagi seorang ahli
ekonomi, sumber hukum mempunyai arti berbeda dengan orang ahli sejarah; begitu
pula tidak akan sama dengan pengertian seorang ahli hukum. Jadi untuk mengetahui
sumber hukum itu terlebih dahulu harus ditentukan dari sudut mana dulu sumber
hukum itu dilihat.
Adapun
secara umum yang dimaksud dengan sumber hukum ialah : Segala apa saja yang
menimbulkan aturan- aturan yang kalau dilanggar mengakibatkan sanksi yang tegas
dan nyata.
Sumber
hukum itu dapat dibagi dalam dua pengetian :
a.
Sumber Hukum dalam arti material :
Ialah keyakinan dan perasaan hukum individu
dan pendapat umum ( publik opinion ) yang menentukan isi ( materi ) dari hukum.
Dengan kata lain : perasaan dan keyakinan hukum anggota masyarakat serta
pendapat umum yang menjadi sumber sebagai penyebab adanya hukum.
Contoh
:
- Seorang ahli ekonomi akan mengatakan, bahwa
kebutuhan- kebutuhan ekonomi dalam masyarakat itulah yang menyebabkan timbulnya
hukum.
-
Seorang ahli sejarah akan mengatakan bahwa yang menjadi sumber Hukum ialah
peristiwa- peristiwa yang terjadi dalam masyarakat.
b.
Sumber Hukum dalam arti formal :
Ialah sumber hukum dalam arti bentuk
perumusan. Karena bentuknya itu menyebabkan Hukum berlaku umum, diketahui, dan
ditaati. Disinilah suatu kaidah
memperoleh
kwalitas sebagai kaidah Hukum dan oleh yang berwenang ia merupakan petunjuk
hidup yang harus diberi perlindungan.
Untuk
menetapkan suatu kaidah hukum yang berlaku diperlukan suatu badan yang
berwenang, sehingga mengenal sumber hukum dalam arti formal itu berarti pula
mengenal tahapan pada tingkatan Badan mana suatu kaidah hukum itu dibuat.
Contoh
( Sumber- sumber Hukum Formal ) dalam Tata Negara Indonesia dan Badan yang
berwenang menetapkan, antara lain :
NO
|
BENTUK HUKUM
|
BADAN YANG BERWENANG
|
1
|
UNDANG-UNDANG DASAR
|
MPR
|
2
|
KETETAPAN MPR
|
MPR
|
3
|
UNDANG-UNDANG
|
PRESIDEN DAN DPR
|
4
|
PERATURAN PEMERINTAH
|
PRESIDEN
|
1. Pancasila Sebagai
Sumber Hukum bangsa Indonesia
Penempatan Pancasila sebagai staatsfundamentalnorm pertama kali
disampaikan oleh Notonagoro (Jimly;2006). Pancasila dilihat sebagai cita hukum
(rechtsidee) merupakan bintang pemandu. Posisi ini mengharuskan
pembentukan hukum positif adalah untuk mencapai ide-ide dalam Pancasila, serta
dapat digunakan untuk menguji hukum positif. Dengan ditetapkannya Pancasila
sebagai staatsfundamentalnorm maka pembentukan hukum, penerapan, dan
pelaksanannya tidak dapat dilepaskan dari nilai-nilai Pancasila.
Namun dengan penempatan Pancasila sebagai staatsfundamentalnorm berarti
menempatkannya di atas Undang-undang Dasar. Jika demikian, Pancasila tidak
termasuk dalam pengertian konstitusi, karena berada di atas konstitusi. Untuk
membahas permasalahan ini dapat dilakukan dengan melacak kembali konsep norma
dasar dan konstitusi menurut Kelsen dan pengembangan yang dibuat Hans Nawiasky,
serta melihat hubungan antara Pancasila dan UUD 1945. Memang hingga kini masih
terjadi polemik di kalangan ahli hukum mengenai apakah Pancasila, atau
Pembukaan UUD 1945, atau Proklamasi Kemerdekaan, sebenarnya yang dapat disebut
sebagai sumber dari segala sumber hukum.
Polemik ini mencuat ketika Muh. Yamin pada tahun 1959 menggunakan
istilah sumber dari segala sumber hukum tidak untuk Pancasila seperti yang
lazim digunakan saat ini, melainkan untuk Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus
1945 yang disebutnya dengan ”maha-sumber dari segala sumber hukum,”the source
of the source” (Denny;2003). Sebagaimana telah ditentukan oleh pembentukan
negara bahwa tujuan utama dirumuskannya Pancasila adalah sebagai dasar negara
republik Indonesia. Dengan terbentuknya UU No.10 tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan, sebagaimana yang termuat dalam Pasal 2 UU No.10
tahun 2004 yang menyatakan bahwa ”Pancasila merupakan sumber dari segala sumber
hukum negara”, dengan tegas menyebutkan Pancasila sebagai sumber dari segala
sumber hukum sebagai berikut: ”Penempatan Pancasila sebagai sumber dari segala
sumber hukum negara adalah sesuai dengan Pembukaan UUD 1945 yang menempatkan
Pancasila sebagai dasar ideologi negara serta sekaligus dasar filosofis bangsa
dan negara, sehingga setiap materi muatan peraturan perundang-undangan tidak
boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila”.
Dardji Darmodihadjo menyebutkan,
bahwa Pancasila yang sah dan benar adalah yang dapat dipertanggungjawabkan
secara yuridis konstitusional dan secara objektif ilmiah. Secara yuridis
konstitusional, Pancasila sebagai dasar negara yang dipergunakan sebagai dasar
mengatur menyelenggarakan pemerintahan negara. Secara objektif ilmiah karena
Pancasila adalah suatu paham filsafat, suatu philosophical way of thinking
system, sehingga uraiannya harus logis dan dapat diterima akal sehat
(Natabaya;2006).
Kesatuan sila-sila
Pancasila pada hakikatnya bukanlah hanya merupakan kesatuan yang bersifat
formal logis saja namun juga meliputi kesatuan dasar ontologis, dasar epistemologis
serta dasar aksiologis dari sila-sila Pancasila. Selain kesatuan sila-sila
Pancasila hirarki dalam hal kuantitas juga dalam hal isi sifatnya yaitu
menyangkut makna serta hakikat sila-sila Pancasila. Secara filosofis Pancasila
sebagai suatu kesatuan sistem filsafat memiliki dasar ontologis, dasar
epistemologis serta dasar aksiologis sendiri yang berbeda dengan sistem
filsafat yang lainnya misalnya materialisme, liberalisme, pragmatisme,
komunisme, idealisme dan lain paham filsafat di dunia (Natabaya;2006).
2. Pancasila Sebagai Sumber dari Segala Sumber
Hukum
Dalam praktek ketatanegaraan,suatu konstitusi atau Undang Undang Dasar
yang telah resmi diterima oleh suatu bangsa, maka secara operasional merupakan
suatu kenyataan yang diperlukan sepenuhnya dan efektif. Dengan perkataan lain
konstitusi itu dilasanakan secara murni dan konsekuen.
Pada tanggal 18 Agustus 1945 secara
resmi UUD 1945 diterima oleh bangsa Indonesia dan berlaku efektif di tanah air
kita sekarang. UUD 1945 terdiri dari :
- Pembukaan
- Batang Tubuh yang terdiri dari 37
Pasal, 4 aturan peralihan dan 2 pasal aturan tambahan.
Khususnya Pembukaaan UUD 1945 telah panjang lebar kita bahas diatas,
telah disinggung bahwa Pembukaan UUD 1945 mengandung empat pokok pikiran. Di
dalam pokok- pokok pikiran tersebut bersimpul ajaran Pancasila.
Pokok- pokok pikiran merupakan
cita- cita hukum ( Rechtsidee ), yang menguasai Hukum Dasar Negara, baik
tertulis maupun tidak ditulis.
Oleh karena Pembukaan itu berintikan
Pancasila, maka Pancasila merupakan pedoman, sumber dan dasar dalam pembuatan
Hukum atau Perundang- undangan. Dengan kata lain segala aturan hukum yang
berlaku di Indonesia, harus bersumber kepada Hukum yang lebih tinggi
tingkatannya, yaitu Pancasila. Dengan demikian secara lengkap sistem hukum
Indonesia, kalau kita susun secara hirarkhi, dapat diperoleh tingkatan sebagai
berikut :
- Pancasila sebagai Rechts idée ( cita- cita hkum )
- Undang- Undang Dasar 1945
- Ketetapan MPR
- Undang Undang/ Peraturan Pemerintah pengganti Undang
Undang
- Peraturan Pemerintah
- Keputusan Presiden
- Peraturan- peraturan pelaksanaan lainnya, seperti :
- Peraturan Menteri
- Instruksi
-
Dan lain- lainnya
Dari hirarkhi diatas dalam sistem Hukum
Indonesia tingkatan UUD 1945 kebawah merupakan sumber hukum\formal dalam Hukum.
Semua sumber Hukum Formal itu bersumber pada satu titik puncak yaitu Pancasila
sebagai suatu cita- cita hukum ( Rechts idee ). Kalau kita tinjau tata aturan
Peraturan Perundang- undangan Republik Indonesia dengan menempatkan Pancasila
di puncak kirarkhi dan kita coba membandingkannya dengan ajaran “ Stuffen
Theori “ dan HANS KELSEN, maka hemat penulis akan kita peroleh gambaran sebagai
berikut :
Dalam hirarkhi berbentuk piramida tersebut,
Pancasila sebagai pandangan hidup dan sebagai cita- cita hukum berada dipuncak
piramida. Semua peraturan yang dibuat dan dilaksanakan haruslah bersumber pada
Pancasila, karena setiap peraturan itu hanya akan diterima oleh rakyat kalau
peraturan itu hanya akan diterima oleh rakyat kalau peraturan- peraturan itu
sesuai dengan jiwa rakyat yaitu Pancasila.
Dari gambaran tersebut diatas dapat ditarik
suatu kesimpulan bahwa Pancasila adalah merupakan sumber tertib hukum di
Indonesia; atau yang biasa disebutkan sebagai “ Sumber dari segala sumber hukum
“, yang menjiwai seluruh aspek kehidupan ketatanegaraan MPRS No. XX/ MPRS/
1966, tentang: Memorandum DPRGR mengenai sumber tertib hukum Republik
Indonesia.
Sumber dari tertib hukum suatu
Negara, atau yang biasa disebutkan sebagai “ Sumber dari segala sumber hukum “
adalah pandangan hidup, kesadaran dan cita- cita hukum serta cita- cita moral
yang meliputi suasana kejiwaan dan watak dari suatu bangsa. Pandangan hidup
bangsa Indonesia ialah yang didalamnya terkandung cita- cita moral, cita- cita
hukum, watak serta jiwa bangsa ( volksgeist ) Indonesia, adalah PANCASILA.
3. Pancasila sebagai cita hukum bangsa Indonesia
A. Hamid S. Attamimi dalam karangannya yang
berjudul ”Pancasila Cita Hukum dalam Kehidupan Hukum Bangsa Indonesia”
membahas Pancasila dari sudut filsafat hukum. Ia sengaja tidak memakai istilah
ideologi dalam karangannya, karena menurutnya istilah cita hukum (rechtsidee)
lebih tepat, karena ideology mempunyai konotasi program sosial politik yang
cenderung menempatkan lain-lainnya termasuk hukum, sebagai alatnya dan oleh
karena itu berada dalam subordinasinya. Cita hukum itu tidak lain adalah
Pancasila sebagai pokok-pokok pikiran yang mewujudkan cita hukum bangsa
Indonesia (Hamid;1991;61).
Tatanan hukum yang beroperasi dalam suatu masyarakat pada dasarnya
merupakan pengejawantahan cita hukum yang dianut dalam masyarakat yang
bersangkutan ke dalam perangkat berbagai aturan hukum positif, lembaga hukum
dan proses (perilaku birokrasi pemerintahan dan warga masyarakat). Dalam
perumusan hasil seminar “Temu Kenal Cita Hukum dan Penerapan Asas-asas Hukum
Nasional” disebutkan bahwa “Cita hukum (rechtsidee) mengandung arti
bahwa pada hakikatnya hukum sebagai aturan tingkah laku masyarakat berakar pada
gagasan, rasa, karsa, cipta dan pikiran dari masyarakat itu sendiri”
(BPHN;1995;247). Jadi, cita hukum adalah gagasan, karsa, cipta dan pikiran
berkenaan dengan hukum atau persepsi tentang makna hukum, yang dalam intinya
terdiri atas tiga unsur: keadilan, kehasil-gunaan (doelmatigheid) dan
kepastian hukum.
Cita hukum bangsa Indonesia berakar dalam Pancasila yang oleh para Bapak
Pendiri Negara Republik Indonesia ditetapkan sebagai landasan kefilsafatan
dalam menata kerangka dan struktur dasar organisasi negara sebagaimana
dirumuskan dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pancasila adalah
pandangan hidup bangsa Indonesia yang mengungkapkan pandangan bangsa Indonesia
tentang hubungan antara manusia dan Tuhan, manusia dan sesama manusia, serta
manusia dan alam semesta yang berintikan keyakinan tentang tempat manusia
individual di dalam masyarakat dan alam semesta (Gani:1977;20).
Pandangan hidup itu, seperti dikatakan oleh Cardozo, merupakan “a
stream of tendency, whether you choose to call it philosophy or not, which
gives us coherence and direction to thought and action”. Dengan kata lain
Pancasila adalah jawaban bangsa Indonesia terhadap pertanyaan “Was ist der
Mensch, und was ist seine Stellung im Sein?” yang merupakan inti keseluruhan
pemikiran kefilsafatan Max Scheler (Driyarkara;135). Jawaban tersebut secara
formal dicantumkan dalam Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
khususnya dalam rumusan lima dasar kefilsafatan bernegara, dan dijabarkan lebih
lanjut dalam pasal-pasal UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta dalam
UU No 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan terutama
Pasal 2 yang menyatakan Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum
atau sumber tertib hukum bagi kehidupan hukum di Indonesia, maka hal tersebut
dapat diartikan bahwa “Penempatan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber
hukum negara adalah sesuai dengan Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945 yang menempatkan Pancasila sebagai dasar dan ideologi
negara serta sekaligus dasar filosofis bangsa dan negara sehingga setiap materi
muatan peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai
Pancasila”.
Kedudukan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum negara
merupakan grundnorm dalam sistem hukum Indonesia yang memberikan arah
dan jiwa serta menjadi paradigma norma-norma dalam pasal-pasal UUD 1945.
Interpretasi norma hukum dalam UUD 1945 sebagai hukum tertinggi akan didasarkan
pada jiwa bangsa dalam Pancasila yang berfungsi sebagai cita hukum yang akan
menjadi dasar dan sumber pandangan hidup atau falsafah hidup bangsa yang
menjadi pedoman dalam pembentukan undang-undang dan peraturan lain yang lebih
rendah. Cita hukum dan falsafah hidup serta moralitas bangsa yang menjadi
sumber segala sumber hukum negara akan menjadi satu fungsi krisis dalam menilai
kebijakan hukum (legal Policy) atau dapat dipergunakan sebagai paradigma
yang menjadi landasan pembuatan kebijakan (policy making) dibidang hukum
dan perundang-undangan maupun bidang sosial, ekonomi, dan politik
(Siahaan:2008;592).
Istilah staatsfundamentalnorm pertama kali diperkenalkan oleh
Hans Nawiasky dalam bukunya Allgemeine Rechtslehre als System der
rechtlichen Grundbegriffe yang diterbitkan tahun 1940. Menurut Nawiasky,
dalam suatu negara yang merupakan kesatuan tata hukum terdapat suatu norma yang
tertinggi (der oberste Norm), yang kedudukannya lebih tinggi dari
konstitusi atau undang-undang dasar (die verfassung). Berdasarkan norma
tertinggi inilah konstitusi atau undang-undang dasar suatu negara dibentuk.
Sebenarnya Nawiasky dengan mengikuti ajaran gurunya Hans Kelsen yang mengatakan
bahwa norma yang tertinggi dalam kesatuan tata hukum negara dinamakan grundnorm.
Akan tetapi kedua pendapat di atas terdapat perbedaan, grundnorm sebagaimana
dikemukakan Hans Kelsen yang merupakan norma tertinggi pada dasarnya tidak
berubah. Tetapi Hans Nawiasky melihat bahwa norma tertinggi dalam suatu negara
selalu mempunyai kemungkinan mengalami perubahan, baik oleh peristiwa-peristiwa
seperti pemberontakan, coup d’etat, putsch, atau anschluss.
Bangsa Indonesia bersyukur dan bangga mewarisi nilai-nilai fundamental,
mulai sosio-budaya luhur, berpuncak sebagai filsafat hidup (weltanschauung)
yang dijadikan dan ditegakkan sebagai filsafat negara Pancasila. Sebagai
filsafat hidup, nilai Pancasila merupakan landasan idiil kebangsaan dan
kenegaraan. Pemikiran mendasar tentang jatidiri bangsa, peranannya dalam
memberikan identitas sistem kenegaraan dan sistem hukum, dikemukakan juga oleh
Carl von Savigny (1779-1861) dengan teorinya volkgeist yang dapat
disamakan dengan jiwa bangsa dan atau jatidiri nasional. Demikian pula di
Perancis dengan teori “raison d’ etat” (reason of state) yang
menentukan eksistensi suatu bangsa dan negara (the rise of souvereign,
independent, and national state).
Oleh karena itu, UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tidak tepat
dikatakan sebagai peraturan perundang-undangan disebabkan oleh alasan bahwa UUD
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 terdiri atas dua kelompok norma hukum
yaitu:
1. Pembukaan UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yang merupakan staatsfundamentalnorm atau norma
fundamental negara yang merupakan norma hukum yang tertinggi bersifat ”pre-sup-posed”
dan merupakan landasan dasar bagi pengaturan negara lebih lanjut. Sifat norma
hukumnya masih secara garis besar dan merupakan norma hukum tunggal, dalam arti
belum dilekati oleh norma hukum yang berisi sanksi;
2. Pasal-pasal
UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan staatsgrundgesetz atau
aturan dasar negara/aturan pokok negara yang merupakan garis-garis besar atau
pokok-pokok kebijaksanaan negara untuk menggariskan tata cara pembentukan
peraturan perundang-undangan yang mengikat umum;
3. Selain itu dalam UU No.10 Tahun
2004 Pasal 2 ditetapkan bahwa Pancasila merupakan sumber hukum negara.
BAB III PENUTUP
Pembangunan
hukum dimulai dari pondasinya dan jiwa paradigma bangsa Indonesia, Pancasila
sebagai sumber dari segala sumber hukum (Staatsfundamentalnorm), yang
dipertegas dalam UU No 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan terutama Pasal 2 yang menyatakan Pancasila merupakan sumber
dari segala sumber hukum atau sumber tertib hukum bagi kehidupan hukum di
Indonesia, maka hal tersebut dapat diartikan bahwa “Penempatan Pancasila
sebagai sumber dari segala sumber hukum negara adalah sesuai dengan Pembukaan
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang menempatkan
Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara serta sekaligus dasar filosofis
bangsa dan negara sehingga setiap materi muatan peraturan perundang-undangan
tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila”. Kedudukan Pancasila
sebagai sumber dari segala sumber hukum negara merupakan grundnorm dalam
sistem hukum Indonesia yang memberikan arah dan jiwa serta menjadi paradigma
norma-norma dalam pasal-pasal UUD 1945. Cita hukum dan falsafah hidup serta
moralitas bangsa yang menjadi sumber segala sumber hukum negara akan menjadi
satu fungsi krisis dalam menilai kebijakan hukum (legal Policy) atau
dapat dipergunakan sebagai paradigma yang menjadi landasan pembuatan kebijakan
(policy making) dibidang hukum dan perundang-undangan maupun bidang
sosial, ekonomi, dan politik.
DAFTA PUSTAKA
Abulgani, Roeslan. Pengembangan Pancasila
di Indonesia, 1977.
Assihiddiqie, Jimly. Pengantar Ilmu Tata Negara,
Sekretariat Jenderal dan Kesekretariatan Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, 2006.
Attamimi, A. Hamid S. Peranan Keputusan Presiden
Republik Indonesia dalam Menyelenggarakan Pemerinahan Negara (Studi Analisis
Mengenai Keputusan Presiden yang Berfungsi Pengaturan dalam Kurun Waktu Pelita
I-VII), Disertasi Doktor, Universitas Indonesia, Jakarta, 1990.
Darmodihardjo, Dardji. Pokok-pokok Filsafat Hukum,
Apa dan Bagaimana Filsafat Hukum Indonesia, Gramedia, Jakarta, 1999.
Driyarkara, N. Pantjasila dan Religi, dalam
kumpulan karangan, tanpa tahun.
Hamidi, Jazim. Revolusi Hukum Indonesia: Makna,
Kedudukan dan Implikasi Hukum Naskah Proklamasi 17 Agustus 1945 dalam Sistem
Ketatanegaraan RI, Konstitusi Press dan Citra Media, Jakarta dan
Yogyakarta, 2006.
Indrayana, Deny. Penerapan Konsepsi Pancasila
Sebagai Sumber dari Segala Sumber Hukum dalam Penyusunan Perundang-undangan
(Studi Kasus UU No.11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Nangroe Aceh Darussalam),
FH UGM, 2007.
Kaelan, Pendidikan Pancasila ”Proses Reformasi, UUD
Amandemen 2002, Pancasila Sebagai Sistem Filsafat, Pancasila Sebagai Etika
Politik, Paradigma Bermasyarakat, Berbangsa, dan Bernegara”, Yokyakarta,
Paradigma, 2003.
Natabaya, H.A.S., Sistem Peraturan
Perundang-undangan Indonesia, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah
Konstitusi, Jakarta, 2006.
Notonagoro, pidato Dies Natalis Universitas Airlangga
pada tanggal 10 November 1955, dalam Pancasila sebagai Ideologi dalam
berbagai bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, BP-7
Pusat, 1991.
Oesman, Oetoyo dan Alfian. Pancasila sebagai
Ideologi dalam Berbagai Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa, dan Bernegara,
BP-7 Pusat, Jakarta, 1991.
Siahaan, Maruarar. Undang-undang Dasar 1945
Konstitusi yang Hidup, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konsitusi,
Jakarta, 2008.
Dahlan Thaib. 1988. Pancasila
Yuridis Ketatanegaraan. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.
M. S, Kaelan. 2007. Pancasila
Yuridis Kenegaraan. Yogyakarta: Liberty.
www.google.co.id
Langganan:
Komentar
(
Atom
)